Rabu, 23 Januari 2013

ISU-ISU TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI MASA DEPAN

A.Globalisasi : Tantangan Peningkatan Keunggulan Bersaing
Perkembangan dunia menuju era globalisasi mempunyai makna bahwa pada waktunya nanti, berbagai bentuk barang , jasa, modal, teknologi, informasi, tenaga kerja dapat berpindah dari suatu wilayah ke wilayah lainnya tanpa hambatan. Jadi jika kita dapat memahami bagaimana teknologi baru berkaitan dengan perusahaan baru, pasti kita dapat menyusun strategi berkompetisi di ekonomi baru. Secara garis besar ini terbagi atas competition, global bussines dan global company.
Persaingan global timbul pada suatu wilayah bersaing untuk dapat memperoleh pangsa pasar dan kesempatan. Persaingan bisnis berskala blobal mendorong industri-industri yang berada dalam suatu wilayah tersebut untuk mampu melakukan efisiensi biaya dan diferensiasi produk. Sedangkan persaingan perusahaan secara global timbul karena kegiatan pereusahaan-perusahaan transnasional milik negara-negara maju ingin melabarkan sayap bisnisnya ke negara-negara berkembang, baik dalam bentuk pembangunan pabrik baru, kerjasama patungan dengan perusahaan tuan rumah, maupun relokasi industri.
Hal inin tentu saja menjadikan persaingan antara perusahaan domestik dan perusahaan global akan semakin ketat. Masuknya perusahaan-perusahaan asing dikhawatirkan dapat merebut pangsa pasar domestik. Kerena itu, dalam menghadapi persaingan global ini perlu disusun strategi bersaing yang berpijak pada kompetensi,baik dalam hal harga, kualitas teknolgi, maupun fleksibelitas produk.
Globalisasi menciptakan diversifikasi pasar, persaingan yang semakin banyak, serta pilihan pasar yang semakin lebar. Dalam konteks ini, pengambilan keputusan dan dunia usaha perlu mengkaji secara optimal bagaimana kompetensi dan peluang ekonomi dapat sisesuaikan dengan permintaan pasar.
Untuk dapat bersaing secara global, setiap negara perlu merumuskan visi dan misinya sebagai pola sasar perkembangan wilayah-wilayah yang ada di dalamnya.Jadi konsep strategi untuk menciptakan keunggulan daya saing suatu wilayah hanya dihasilkan oleh pemikiran-pemikiran yang kreatif, inovatif, serta pemahaman yang komperhensif agar seluruh aspek yang terkait dapat diintegrasikan secara sempurna.

A.1 Sumber-Sumber Keunggulan Bersaing Wilayah
1. Konsep kompetensi inti
Keunggulan daya saing wilayah akan tercipta jika wilayah tersebut memilki kompetensi inti yang dapat dibedakan dari wilayah lain. Kompetensi inti dapat diwujudkan melalui create factor, yaitu upaya menciptakan berbagai faktor produksi yang bisa mendatangkan prestasi yang jauh lebih baik dibandingkan pesaingnya.
Kompetensi inti dapat didefinisikan sebagai proses pembelajaran kolektif dari suatu organisasi, terutama dalam kaitannya dalam kaitannya dalam kegiatan mengkoordinasikan dan mengintegrasikan berbagai keahlian dan teknolgi.
Semakin baik koordinasi dan integrasi di antara sektor-sekotr unggulan yang dikembangkan dalam suatu wilayah, kian tinggi pula tingkat kedewasaan wilayah tersebut dalam proses pembangunan, sehingga sulit bagi wilayah lain untuk menyainginya.
Wilayah yang telah mencapai kompetensi inti memiliki 4 atribut :
1. Kemampuan untuk memberikan akses pada variasi pasar yang lebih luas
2. Kemampuan memberikan kontribusi yang signifikan kepada persepsi pelanggan atas yang diperoleh dari barang dan jasa yang ditawarkan
3. Barang dan jasa unggulan yang ditawarkan sangat sulit ditiru
4. Koordinasi dan kompleks dari beragam teknolgi dan keahlian terapan

2. Kompetensi inti dan penyesuaian strategi
Upaya mencapai kompetensi inti dimulai dari dimilikinya serangkaian kompetensi yang terintegrasi, dan hal ini memerlukan proses penyesuaian.
Inti dari penyesuaian di atas adalah koordinasi, ketekunan, dan konsentrasi kebijakan dalam menghadapi serangkaian tujuan yang terbagi. Sehingga sebuah wilayah yang telah melaksanakan hal ini, berarti sudah berada dalam tahapan “kesesuaian strategi”
Yang patut menjadi perhatian pada pengambilan keputusan dalam pengembangan wilayah terhadap hubungan kompetensi inti dan penyesuaian strategi adalah perlunya sebuah perencanaan strategi wilayah yang menggerakkan organisasi dan tingkatan yang ada saat ini menjadi tingkatan kesesuaian strategi dengan lingkup bisnis yang baru.

A.Globalisasi : Tantangan Peningkatan Keunggulan Bersaing
Perkembangan dunia menuju era globalisasi mempunyai makna bahwa pada waktunya nanti, berbagai bentuk barang , jasa, modal, teknologi, informasi, tenaga kerja dapat berpindah dari suatu wilayah ke wilayah lainnya tanpa hambatan. Jadi jika kita dapat memahami bagaimana teknologi baru berkaitan dengan perusahaan baru, pasti kita dapat menyusun strategi berkompetisi di ekonomi baru. Secara garis besar ini terbagi atas competition, global bussines dan global company.
Persaingan global timbul pada suatu wilayah bersaing untuk dapat memperoleh pangsa pasar dan kesempatan. Persaingan bisnis berskala blobal mendorong industri-industri yang berada dalam suatu wilayah tersebut untuk mampu melakukan efisiensi biaya dan diferensiasi produk. Sedangkan persaingan perusahaan secara global timbul karena kegiatan pereusahaan-perusahaan transnasional milik negara-negara maju ingin melabarkan sayap bisnisnya ke negara-negara berkembang, baik dalam bentuk pembangunan pabrik baru, kerjasama patungan dengan perusahaan tuan rumah, maupun relokasi industri.
Hal inin tentu saja menjadikan persaingan antara perusahaan domestik dan perusahaan global akan semakin ketat. Masuknya perusahaan-perusahaan asing dikhawatirkan dapat merebut pangsa pasar domestik. Kerena itu, dalam menghadapi persaingan global ini perlu disusun strategi bersaing yang berpijak pada kompetensi,baik dalam hal harga, kualitas teknolgi, maupun fleksibelitas produk.
Globalisasi menciptakan diversifikasi pasar, persaingan yang semakin banyak, serta pilihan pasar yang semakin lebar. Dalam konteks ini, pengambilan keputusan dan dunia usaha perlu mengkaji secara optimal bagaimana kompetensi dan peluang ekonomi dapat sisesuaikan dengan permintaan pasar.
Untuk dapat bersaing secara global, setiap negara perlu merumuskan visi dan misinya sebagai pola sasar perkembangan wilayah-wilayah yang ada di dalamnya.Jadi konsep strategi untuk menciptakan keunggulan daya saing suatu wilayah hanya dihasilkan oleh pemikiran-pemikiran yang kreatif, inovatif, serta pemahaman yang komperhensif agar seluruh aspek yang terkait dapat diintegrasikan secara sempurna.

A.1 Sumber-Sumber Keunggulan Bersaing Wilayah
1. Konsep kompetensi inti
Keunggulan daya saing wilayah akan tercipta jika wilayah tersebut memilki kompetensi inti yang dapat dibedakan dari wilayah lain. Kompetensi inti dapat diwujudkan melalui create factor, yaitu upaya menciptakan berbagai faktor produksi yang bisa mendatangkan prestasi yang jauh lebih baik dibandingkan pesaingnya.
Kompetensi inti dapat didefinisikan sebagai proses pembelajaran kolektif dari suatu organisasi, terutama dalam kaitannya dalam kaitannya dalam kegiatan mengkoordinasikan dan mengintegrasikan berbagai keahlian dan teknolgi.
Semakin baik koordinasi dan integrasi di antara sektor-sekotr unggulan yang dikembangkan dalam suatu wilayah, kian tinggi pula tingkat kedewasaan wilayah tersebut dalam proses pembangunan, sehingga sulit bagi wilayah lain untuk menyainginya.
Wilayah yang telah mencapai kompetensi inti memiliki 4 atribut :
1. Kemampuan untuk memberikan akses pada variasi pasar yang lebih luas
2. Kemampuan memberikan kontribusi yang signifikan kepada persepsi pelanggan atas yang diperoleh dari barang dan jasa yang ditawarkan
3. Barang dan jasa unggulan yang ditawarkan sangat sulit ditiru
4. Koordinasi dan kompleks dari beragam teknolgi dan keahlian terapan

2. Kompetensi inti dan penyesuaian strategi
Upaya mencapai kompetensi inti dimulai dari dimilikinya serangkaian kompetensi yang terintegrasi, dan hal ini memerlukan proses penyesuaian.
Inti dari penyesuaian di atas adalah koordinasi, ketekunan, dan konsentrasi kebijakan dalam menghadapi serangkaian tujuan yang terbagi. Sehingga sebuah wilayah yang telah melaksanakan hal ini, berarti sudah berada dalam tahapan “kesesuaian strategi”
Yang patut menjadi perhatian pada pengambilan keputusan dalam pengembangan wilayah terhadap hubungan kompetensi inti dan penyesuaian strategi adalah perlunya sebuah perencanaan strategi wilayah yang menggerakkan organisasi dan tingkatan yang ada saat ini menjadi tingkatan kesesuaian strategi dengan lingkup bisnis yang baru.

3. Kompetensi inti dan kapasitas wilayah
Secara paralel, kompetensi inti harus diikuti dengan tingginya kapasitas sektor-sektor ekonomi dalam suatu wilayah agar mampu memenuhi permintaan pasar. Untuk mengukur kapasitas suatu wilayah, ada 5 hal yang perlu diperhatikan, yakni :
a. Kecepatan
b. Konsistensi
c. Kecerdasan
d. Berawal dan berakhir dengan pasar / pelanggan
e. Kompetensi inti yang saling melingkupi
Aspek-aspek yang menjadi perhatian pengambil keputusan pengembangan wilayah dalam kaitannya dengan kapabilitas wilayah agar dapat berkompetensi di masa depan antara lain :
• Integrasi sistem, kemampuan membangun sistem yang kompleks melalui penerapan teknologi heterogen
• Pengelolaan proyek, kemampuan mengelola proyek yang kompleks dam besar
• Pengelolaan jaringan, kemampuan untuk mengoperasikan sistem jaringan yang kompleks secara efektif dan efisien
• Pengembangan infrastruktur wilayah, kemapuan secara cepat mengubah dan menyetujui pengembangan infrastruktur dengan teknolgi masa depan yang senantiasa berubah

4. Kompetensi inti dan keunggulan bersaing wilayah yang berkelanjutan Keunggulan daya saing wilayah yang berkelanjutan terletak pada sumber daya, kemampuan, aset, proses, dan sebagainya yang menyediakan wilayah sebuah atraksi yang berbeda dengan pelanggan dan keunggulan yang unik dibanding dengan wilayah lain.
Tabel berikut menunjukkan atribut-atribut yang bisa dipakai sebagai keunggulan bersaing wilayah yang berkelanjutan. Keunggulan bersaing yang berkelanjutan menghasilkan keuntungan dalam biaya/produktivitaas, nilai tambah/diferensiasi, atau fokus pelanggan.

Atribut Definisi
Persepsi pelanggan Pelanggan memandang perbedaan yang konsisten dari suatu atau lebih faktor daya tarik wilayah kritis
Karakteristik keunggulan bersaing yang berkelanjutan Perbedaan cara pandang secara langsung dapat memberikan atribut keunggulan bersaing wilayah yang berkelanjutan
Daya tahan Baik cara pandang pelanggan maupun keterkaitan keunggulan bersaing wilayah yang berkelanjutan memiliki daya tahan diatas periode waktu yang lebih panjang
Keterbukaan Detail dari keunggulan bersaing wilayah yang berkelanjutan sulit dimengrti oleh wilayah lain
Kemudahan dicapai Wilayah lain tidak memiliki akses yang sama pada sumber daya yang diperlukan untuk meniru keunggulan bersaing yang berkelnajutan yang dimilki suatu wilayah
Kemudahan ditiru Wilayah lain memiliki kesulitan untuk menyususn kembali keunggulan bersaing yang berkelanjutan yang dimilki oleh suatu wilayah yang unggul
Koordinasi Keunggulan bersaing yang berkelanjutan mensyaratkan sulitnya dan harusnya koordinasi dari beragam sumber daya
5. Kompetensi inti dan perencanaan strategi pembangunan wilayah
Penyesuain strategis menyediakan lapisan dasar yang dibutuhkan untuk sukses, sedangkan kompetensi inti dan kapasitas dipandang sebagai landasan bagi keunggulan bersaing yang berkelanjutan mendorong munculnya apa yang disebut dengan market leader.
Dalam konteks perencanaan strategi pengembangan wilayah terdapat 3 tipe wilayah, yaitu :
• Wilayah yang menawarkan kepada pasar apa yang mereka butuhkan dan secara terus menerus menjadi pengikut apa yang dibutuhkan pasar
• Wilayah-wilayah yang secara temporal sukses dalam memimpin pasar dalam arah yang tidak mereka inginkan
• Wilayah-wilayah yang selalu memimpin pasar pada arah yang mereka inginkan

A.2 Faktor-Faktor Penentu Keunggulan Daya Saing Wilayah
Porter menyebutkan ada 4 faktor pokok yang menjadi keunggulan bersaing suatu wilayah, yaitu :
1. Faktor kondisi
Faktor kondisi merupakan faktor yang sangat diperlukan dalam menciptakan keunggulan daya saing wilayah antara lain berupa :
• Sumber daya manusia, dengan berbagai indikator seperti kuantitas keahlian, gaji personal, perhitungan standar jam kerja, dan etika kerja.
• Sumber sisik (alam), dengan indikator-indikator kuantitas, kualitas, aksesibilitas perolehan, harga tanah, air, iklim, dan ukuran geografis
• Sumber daya pengetahuan, yang diidentifikasi oleh jumlah ilmuwan, ahli, dan pengetahuan pasar terhadap produk dan jasa. Sumber daya pengetahuan ini berasal perguruan tinggi, lembaga riset pemerintah, badan statistik, dll
• Sumber daya kapital/modal, indikatornya berupa jumlah dan besarnya investigasi yang disediakan untuk mendukung produk-produk unggul suatu wilayah. Sumber daya kapital bisa dalam bentuk pinjaman, surat berharga, ekuitas, dan modal
• Infrasttruktur wilayah, dengan indikator seprti tipe, kualitas, dan biaya penggunaan infrastruktur, yang mempengaruhi persaingan antar wilayah melliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan telekomunikasi, dll
2. Kondisi permintaan
Ada 3 karakteristik kondisi permintaan yang penting dalam menciptakan keunggulan daya saing wilayah :
a. Komposisi permintaan dalam negeri (distribusi permintaan untuk jenis tertentu). Hal-hal yang berhubungan dengan faktor :
• Struktur segmen permintaan, menunjukkan kemampuan untuk meraih segmen pasar terbesar
• Kemampuan untuk mengantasi kebutuhan pembeli

b. Ukuran dan pola pertumbuhan domestik, yang meliputi :
• Ukuran permintaan domestik, semakin besar ukuran pasar domestik maka semakin besar pula kesempatan keunggulan bersaing
• Jumlah pembeli bebas
• Laju pertumbuhan permintaan domestik
• Permintaan awal domestik, permintaan awal domestik untuk suatu produk sangat membantu perusahaan lokal untuk bergerak lebih awal dibandingkan pesaingnya dari wilayah lain
• Penetrasi pasar awal, penetrasi pasar awal mendorng perusahaan untuk berinovasi dan melakukan perbaikan

c. Internasionalisasi dari permintaan domestik, dapat dilakukan melalui :
• Mobilisasi atau nasionalisasi pembeli lokal, jika pembeli dari suatu produk di suatu wilayah merupakan pembeli yang memilki mobilitas tinggi atau perusahaan transregional, ,maka keunggulan bersaing perusahaaan akan tinggi, karena pembeli domestiknya juga sekaligus merupakan pembeli luar negeri
• Pengaruh kebutuhan asing, kondisi permintaan dalam negeri dapat mendorong penjualan ke luar negeri dengan cara lain, yaitu bila kebutuhan dan keinginan domestik ditrnasmisikan ke pembeli di luar negeri

3. Industri pendukung dan industri terkait
a. Keunggulan daya saing industri pemasok
Kehadiran industri yang bersaing secara global dalam suatu wilayah pada bidang/sektor yang berkaitan dengan industri lain, dapat memberikan keunggulan daya saing bagi industri tersebut.
b. Keunggulan daya saing industri terkait
Keunggulan daya saing akan tercipta jika disuatu wilayah terdapat industri yang saling terkait dan bersaing secara internasional.

4. Strategi, struktur dan persaingan perusahaan
a. Strategi dan struktur perusahaan domestik
Berbagai aspek yang mempengaruhi cara mengorganisasi dan mengelola perusahaan diantaranya adalah perilaku kewenangan, kemampuan berbahasa, nilai interaksi antara personal, norma sosial.
b. Tujuan perusahaan dan individu
• Tujuan perusahaan; tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh struktur kepemilikan, motivasi, pemilik dan pemegang saham, serta intnsif yang membentuk manejer. Sebuah wilayah akan sukses dalam sektor industrinya bila struktur kepemilikan dan motivasi manejer selaras dengan kebutuhan industri
• Tujuan individu; motivasi manejer ataupun pekerja dalam suatu perusahaan dapat meningkatkan atau mengurangi kesuksesan industri. Penciptaan keunggulan daya saing yang berkelanjutan di berbagai industri membutuhkan investasi yang mengembangkan keahlian, pemahaman yang lebih baik akan industri, dan pertukaran ide lintas fungsi
c. Persaingan domestik
Pengaruh yang paling kuat terhadap keunggulan daya saing justru berasal dari persaingan domestik di dalam suatu wilayah. Persaingan membuat wilayah tersebut tetap dinamis dan terus menerus memberi tekanan pada perbaikan dan inovasi.
Persaingan domestik memaksa suatu wilayah mengembangkan produk-produk unggulan baru, memperbaiki produk yang sudah ada, menurunkan biaya dan harga, mengembangkan teknolgi baru, serta memperbaiki mutu pelayanan.
Empat keunggulan bersaing di atas, akan sangat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu perubahan/kesempatan dan juga oleh pemerintah sendiri.
1. Peran perubahan
Perubahan kadang merupakan tindakan yang paling akurat yang dapat dilakukan dalam suatu negara yang nantinya akan memberikan kekuatan luar bagi perusahaan-perusahaan, dan terkadang bagi negara itu sendiri, contohnya :
• Penemuan dalam teknolgi
• Kebijakan politik luar negeri pemerintah
• Perang
2. Peran pemerintah
Pada dasarnya pemerintah tidak berperan sebagai faktor penentu bagi keunggulan daya saing suatu wilayah. Peran pemerintah hanya sebatas mempengaruhi kondisi faktor, kondisi permintaan, serta mengatur perdagangan.
Pengaruh yang dapat diberikan pemerintah terhadap ke empat faktor penetu keunggulan daya saing adalah sebagai berikut :
• Kondisi faktor dipengaruhi melalui subsidi, kebijakan pasar modal, kebijakan pendidikan, dsb
• Kondisi permintaan dipengaruhi melalui penentuan standar produk unggulan lokal yang mempengaruhi kebutuhan pembeli termasuk pemerintah yang juga merupakan pembeli beberapa produk domestik
• Industri-industri pendukung dan terkait dalam suatu wilayah dapat dipengaruhi oleh pemerintah dengan cara mengontrol periklanan
• Strategi perusahaan, struktur, dan persaingannya dipengaruhi oleh pemerintah melalui berbagai perangkat seperti kebijakan pajak

B. Tuntutan Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan
Munculnya kata-kata berkelanjutan dalam perencanaan pembangunan memberikan inspirasi bagi setiap sektor untuk juga menujun ke arah pengembangan yang lebih ramah terhadap lingkungan.
Sehingga da suatu konsep yang mendasari munculnya paradigma-paradigma untuk mewujudkan keberlanjutan dalam setiap aktivitas umat manusia. Konsep itu adalah ”Pembangunan Berkelanjutan”
Konsep berkelanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan pun sangat multi-dimensi dan multi-interpretasi. Karena adanya multi-dimensi dan multi-interpretasi ini, para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh Komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka” (Fauzi, 2004).
Pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana menyelenggarakan pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang. Jadi tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus diupayakan dengan berkelanjutan.
Pembangunan menimbulkan transformasi yang progresif pada ekonomi dan masyarakat. Suatu jalur pembangunan yang berkelanjutan dalam pengertian fisik, secara teoritik dapat ditelusuri. Akan tetapi keberlanjutan fisik tidak mungkin dapat dicapai bila kebijakan-kebijakan pembangunan mengarah pada hal-hal seperti berubahnya akses ke sumber daya serta berubahnya distribusi biaya dan keuntungan.
Menurut Munasinghe (1993), pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga tujuan utama, yaitu: tujuan ekonomi (economic objective), tujuan ekologi (ecological objective) dan tujuan sosial (social objective). Tujuan ekonomi terkait dengan masalah efisiensi (efficiency) dan pertumbuhan (growth); tujuan ekologi terkait dengan masalah konservasi sumberdaya alam (natural resources conservation); dan tujuan sosial terkait dengan masalah pengurangan kemiskinan (poverty) dan pemerataan (equity). Dengan demikian, tujuan pembangunan berkelanjutan pada dasarnya terletak pada adanya harmonisasi antara tujuan ekonomi, tujuan ekologi dan tujuan sosial.

B.1 Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Prinsip dasar setiap elemen pembangunan berkelanjutan dapat diuraikan menjadi 4 hal, yaitu :
1. Pembangunan berkelanjutan menjamin pemerataan dan keadilan sosial
Kepedulian utama dari suatu pembangunan yang berkelanjutan adalah menjawab pemerataan, untuk generasi masa sekarang dan generasi mendatang.
Strategi pembangunan harus dilandasi premis pada hal seperti lebih meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi, lebih meratanya peran dan kesempatan, dan pada pemerataan ekonomi yang dicapai harus ada keseimbangan distribusi kesejahteraan.
2. Pembangunan berkelanjutan menghargai keanekaragaman (diversity)
Pemeliharaaan keanekaragaman hayati adalah persyaratan untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa datang.
Pemeliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan yang merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.
3. Pembangunan berkelanjutan menggunakan pendekatan integratif
Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Hanya dengan cara yang bermanfaat pengertian tentang kompleksnya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial, dan dengan menggunakan pengertian ini melaksanakan cara-cara yang lebih integratif dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dimungkinkan
4. Pembangunan berkelanjutan meminta perspektif jangka panjang
Pembangunan berkelanjutan mensyratkan kita agar menggunakan pendekatan jangka panjang dalam mengambil keputusan, agar pembangunan ini dapat diraskan oleh generasi mendatang.

B.2 Tantangan Ekonomi dalam “Pembangunan Berkelanjutan” : Sebuah Tantangan bagi Dunia Usaha
Persyaratan bagi perumbuhan ekonomi yang bersih dan merata tetap merupakan kesulitan terbesar diantara berbagai tantangan besar dalam pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan menuntut pasar yang terbuka dan makin makmur guna menciptakan peluang yang merata diantara berbagai negara dan masyarakat. Dengan pasar persaingan yang terbuka akan memberikan peluang yang besar bagi semua pihak dan masyarakat luas.
Proses perubahan yang tidak terhindarkan ke arah bentuk pembangunan berkelanjutan akan menentukan arah peradaban manusia masa depan. Proses ini membentuk gaya hidup kita dan karena itu menentukan cara kita melakukan usaha.
Dunia usaha harus tanggap dan terus mengembangkan keterampilannya dalam membaca pasar, mengandalkan kepiawaiaanya menguasai pasar, meramalkan pola permintaan yang terus berubah, dan juga dituntut untuk membentuk suatu sistem kepiawaian sosial guna menemukan, memahami, dan manfsirkan isyarat perubahan pola pembangunan.
Tantangan lain yang akan muncul adalah tantangan lingkungan. Sehingga pasar akan terus mendorong dilakukannya efisiensi dan mengurangi pemborosan terhadap energi dan sumber daya alam dan mengurangi pencemaran.

Jumat, 18 Januari 2013

5 kasus penyimpangan dari etika akuntansi

Kasus pertama  
Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya.
Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya.
Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.

Kasus Kedua
Kasus KAP Andersen dan Enron Kasus KAP Andersen dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat itu terungkap, terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAP Andersen mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan, dengan memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa pada periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar $ 393, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 644 juta yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron. Analisa : Pelanggaran etika dan prinsip profesi akuntansi telah dilanggar dalam kasus ini, yaitu pada prinsip pertama berupa pelanggaran tanggung jawab profesi untuk memelihara kepercayaan masyarakat pada jasa professional seorang akuntan. Prinsip kedua yaitu kepentingan publik juga telah dilanggar dalam kasus ini. Seorang akuntan seharusnya tidak hanya mementingkan kepentingan klien saja, tapi juga kepentingan publik. 2. Kasus Mulyana W. Kusuma Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya. Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka. Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan. Analisa : Dalam kasus ini terdapat pelanggaran kode etik dimana auditor telah melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang auditor dalam mengungkapkan kecurangan. Auditor telah melanggar prinsip keempat etika profesi yaitu objektivitas, karena telah memihak salah satu pihak dengan dugaan adanya kecurangan. Auditor juga melanggar prinsip kelima etika profesi akuntansi yaitu kompetensi dan kehati-hatian professional, disini auditor dianggap tidak mampu mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professionalnya sampai dia harus melakukan penjebakan untuk membuktikan kecurangan yang terjadi. Kasus KAP Andersen dan Enron Kasus KAP Andersen dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat itu terungkap, terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAP Andersen mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan, dengan memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa pada periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar $ 393, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 644 juta yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron. Analisa : Pelanggaran etika dan prinsip profesi akuntansi telah dilanggar dalam kasus ini, yaitu pada prinsip pertama berupa pelanggaran tanggung jawab profesi untuk memelihara kepercayaan masyarakat pada jasa professional seorang akuntan. Prinsip kedua yaitu kepentingan publik juga telah dilanggar dalam kasus ini. Seorang akuntan seharusnya tidak hanya mementingkan kepentingan klien saja, tapi juga kepentingan publik. 3. Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997.Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan. ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan. Analisa : Dalam kasus ini terdapat banyak pelanggaran kode etik profesi akuntan. Prinsip pertama yaitu tanggung jawab profesi telah dilanggar. Karena auditor telah menerbitkan laporan palsu, maka kepercayaan masyarakat terhadapnya yang dianggap dapat menyajikan laporan keuangan telah disalahi. Prinsip kedua yaitu kepentingan publik juga telah dilanggar, karena dianggap telah menyesatkan public dengan disajikannya laporan keuangan yang telah direkayasa. Bahkan prinsip keempat yaitu obyektivitas juga dilanggar, yaitu mereka tidak memikirkan kepentingan public melainkan hanya mementingkan kepentingan klien.

Kasus ketiga


Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul. Menteri Keuangan pun memberi sanksi pembekuan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati  membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004. Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum, review, audit kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003. Pembekuan izin yang dilakukan oleh Menkeu ini merupakan yang kesekian kalinya. Pada 4 Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Djoko dinilai Menkeu telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dengan hanya melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga 2005.
Kasus Keempat
Komisaris PT Kereta Api mengungkapkan adanya manipulasi laporan keuangan BUMN tersebut di mana seharusnya perusahaan merugi namun dilaporkan memperoleh keuntungan.

“Saya tahu bahwa ada sejumlah pos yang sebetulnya harus dinyatakan sebagai beban bagi perusahaan tetapi malah dinyatakan masih sebagai aset perusahaan. Jadi ada trik akuntansi,” kata salah satu Komisaris PT Kereta Api, Hekinus Manao di Jakarta, Rabu.

Ia menyebutkan, hingga kini dirinya tidak mau menandatangani laporan keuangan itu karena adanya ketidakbenaran dalam laporan keuangan BUMN perhubungan itu.

“Saya tahu laporan yang diperiksa oleh akuntan publik itu tidak benar karena saya sedikit banyak mengerti akuntansi, yang mestinya rugi dibuat laba,” kata penyandang Master of Accountancy, Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio USA tahun 1990.

Akibat tidak ada tanda tangan dari satu komisaris, rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Kereta Api yang seharusnya dilaksanakan sekitar awal Juli 2006 ini juga harus dipending.

Dari berbagai kasus di atas ada beberapa hal yang dapat dibahas, bahwa Seorang akuntan public hendaklah memegang teguh Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dapat terciptanya akuntan publik yang jujur, berkualitas dan dapat dipercaya. Dengan adanya contoh pada kasus 2, yaitu dibekukannya izin Drs. Mitra Winata dan Rekan dari Kantor Akuntan Publik (KAP) karena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan kasus pelanggaran lainya seperti Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dan pembekuan izin terhadap Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta yang terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi akan mencoreng nama baik dari akuntan publik dan hal ini akan sangat merugikan seperti hilangnya kepercaayaaan masyarakat.

Sedangkan pada kasus 1, Akibat gagalnya Akuntan Publik Arthur Andersen menemukan kecurangan yang dilakukan oleh Enron maka memberikan reaksi keras dari masyarakat (investor) sehingga berpengaruh terhadap harga saham Enron di pasar modal. Kasus Enron ini menyebabkan indeks pasar modal Amerika jatuh sampai 25 %. Perusahaan akuntan yang mengaudit laporan keuangan Enron, Arthur andersen, tidak berhasil melaporkan penyimpangan yang terjadi dalam tubuh Enron. Di samping sebagai eksternal auditor, Arthur andersen juga bertugas sebagai konsultan manajemen Enron. Besarnya jumlah consulting fees yang diterima Arthur Andersen menyebabkan KAP tersebut bersedia kompromi terhadap temuan auditnya dengan klien mereka.

KAP Arthur Andersen memiliki kebijakan pemusnahan dokumen yang tidak menjadi bagian dari kertas kerja audit formal. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Akibatnya, banyak klien Andersen yang memutuskan hubungan dan Arthur Andersen pun ditutup. Faktor tersebut adalah merupakan perilaku tidak etis yang sangat bertentangan dengan good corporate governance philosofy yang membahayakan terhadap business going cocern.
Kasus Kelima
Beberapa kasus yang hampir serupa juga terjadi di Indonesia, salah satunya adalah laporan keuangan ganda Bank Lippo pada tahun 2002.Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002, dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena itu BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari. 2. Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya. Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan. ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan. comment :Dalam kasus tersebut, akuntan yang bersangkutan banyak melanggar kode etik profesi akuntan.Dengan menerbitkan laporan palsu, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan.Dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam profesi akuntan terdapat masalah yang cukup pelik di mana di satu sisi para akuntan harus menunjukkan independensinya sebagai auditor dengan menyampaikan hasil audit ke masyarakat secara obyektif, tetapi di sisi lain mereka dipekerjakan dan dibayar oleh perusahaan yang tentunya memiliki kepentingan tersendiri